Senin, 16 Februari 2009
Aurora pertunjukkan angkasa
Aurora (sumber Nasa)Pada waktu gempa sering diamati adanya pancaran cahaya di langit yg menyertainya. Pancaran ini diduga akibat pancaran atau perubahan perilaku Elektro Magnetik Bumi karena getara. Pancaran yg sangat jelas terlihat adalah disebut Aurora.
Aurora Bukan Api !
Dentuman itu bukan ledakan !
Aurora adalah fenomena pancaran cahaya yang berpendar seolah “menyala-nyala” pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari (“angin matahari” tapi bukan angin yg berhembus loh ya :) ). (ensiklopedia wiki)
Di bumi, aurora terjadi di daerah di sekitar kutub Utara dan kutub Selatan magnetiknya. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Selatan dikenal dengan Aurora Australis, sementara yang di sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora Borealis. Aurora sering terlihat di kutub tetapi tidak/jarang terlihat di katulistiwa. Sehingga kita tiodak banyak mengenak “pertunjukan” angkasa ini.
Ketika terjadi gempa banyak yang juga mengukur adanya perubahan elektromagnetik bumi. Perubahan ini yg membentuk atau menimbulkan perubahan sifat eletromagnetik sesaat. Nah, yang terlihat ketika terjadi tsunami yang disebabkan oleh sebuah gempa yang sangat kuat ini, mungkin sekali diikuti dengan munculnya aurora. Kita yg berada di khatulistiwa tentunya jarang sekali melihat “pertunjukkan” aurora ini. Karena jarang terjadi perubahan perilaku eletromagnetic di daerah khatulistiwa. Sehingga inilah yang menjadikan pikiran kita melayang-layang dengan segala macam asumsi dan spekulasi.
Aurora Bukan Api !
Dentuman itu bukan ledakan !
Mengapa ada swara ‘jlegurr‘?
Yang pertama seperti saya jelaskan dengan fenomena Glung-Bleg di Jogja kemarin itu, yaitu adanya getaran frekuensi tinggi. High-frek P-wave apabila sangat dangkal akan menghasilkan suara yg bisa kita dengar lansung (kalo dilaut disebut juga T-wave (acoustic wave)). Sesudah high-frek P-wave yg amplitude-nya sangat kecil, baru low-frek P-nya datang dan terasa goyangan. Dan sesudah itu baru S-wave yg lebih bergetar.
Selain itu suara “jlegurr” ini barangkali swara air yg ‘bertepuk‘, seperti waktu kita kecil dulu kalau di kolam renang seneng sekali membuat suara dengan menekan air kebawah sehingga berbunyi “plung-plak-plung ..” Tentunya swara yg kuhasilkan hanya terdengar dekat wong tanganku kecil ( … Nah kalau ukurannya besar, dengan dislokasi patahan vertikal 5 meter panjang berpuluh kilometer tentunya swaranya membahana … “JLEGURRR !!!”. Kalau jarak sumber gempa dekat dengan telinga kita maka akan terdengar suara yg aku jelaskan tentang swara yg terdengar Glung dan Bleg disini sebelumnya. Mekanisme glun- bleg ini berbeda dengan jlegurrnya suara “tepukan air”.
Jadi cahaya berkilau yang terlihat ketika gempa itu bukanlah bola api. Sedangkan dentuman yg terdengar juga bukanlah sebuah ledakan dari dalam bumi, atau bahkan banyak yg menduga sebagai percobaan nuklir dsb. Itu jelas kurang mathuk buat yg berifikir gejala-gejala fisika bumi.
Kenampakan awan juga bisa terpengaruh oleh pendaran cahaya. Coba tengok efek pencahayaan yg merubah warna Wedhus Gembel ini. Awan sendiri berbentuk bermacam-macam jenisnya, termasuk awan lurus yg “dicurigai” pertanda gempa. Namun menurut saya keberadaan awan ini lebih banyak dikontrol oleh gejala meteorologi, termasuk angin, kelembaban, suhu dan angin. Dan kenampakan mata akan sangat dipengaruhi oleh cahaya yg mengenainya.
Berikut ini aku kumpulkan bermacam-macam aurora dan foto Awan dan Aurora yang tidak berhubungan dengan gempa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar